Hasil studi terbaru dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan bahwa suhu di Surabaya, Jawa Timur, diprediksi akan meningkat hingga 5 derajat Celsius pada tahun 2050. Penelitian ini memberikan gambaran bahwa fenomena panas ekstrem akan terus menghampiri kawasan ini dalam beberapa dekade ke depan.
Pakar klimatologi dari BRIN, Erma Yulihastin, menjelaskan bahwa Surabaya merupakan kota yang paling responsif terhadap perubahan iklim. Hal ini menunjukkan betapa serius dan mendesaknya masalah perubahan iklim yang harus dihadapi oleh masyarakat serta pemerintah setempat.
Rekaman data dari personal weather station (PWS) menunjukkan rekor suhu maksimum yang mencapai 40 derajat Celsius pada Oktober dua tahun terakhir. PWS adalah alat yang mengukur cuaca dan memiliki jaringan di seluruh dunia, memungkinkan akses data secara real-time dan pembaruan setiap lima menit.
Erma menegaskan bahwa Surabaya dan sekitarnya, termasuk Gresik, Lamongan, Sidoarjo, Mojokerto, dan Bangkalan, akan menghadapi kenaikan suhu yang signifikan. Kajian ini menggunakan model iklim CCAM (Conformal Cubic Atmospheric Model) untuk memproyeksikan perubahan suhu di kawasan tersebut.
Hasil riset, yang dipublikasikan tahun 2023, memperkirakan bahwa kenaikan suhu maksimum dapat mencapai lebih dari 5 derajat Celsius. Ini menjadi peringatan bagi semua pihak tentang urgensi untuk mengatasi dampak perubahan iklim yang semakin nyata.
Pentingnya Memahami Perubahan Iklim dan Dampaknya
Perubahan iklim adalah isu global yang memerlukan perhatian serius dari semua negara. Hampir setiap wilayah di dunia merasakan dampaknya, termasuk di Indonesia. Surabaya sebagai salah satu kota besar memiliki tanggung jawab khusus untuk mengatasi tantangan ini.
Panasan global dan perubahan iklim bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga berpengaruh pada kesehatan, ekonomi, dan kualitas hidup masyarakat. Seiring dengan naiknya suhu, kebutuhan energi, terutama pendinginan, akan meningkat tajam, yang berpotensi menambah beban bagi infrastruktur yang ada.
Selain itu, peningkatan suhu bergantung pada faktor-faktor lain seperti deforestasi yang terus berlanjut dan polusi udara yang semakin parah. Stapak jejak karbon yang dihasilkan oleh kegiatan sehari-hari juga menyumbang pada perubahan iklim yang cepat.
Pemahaman masyarakat mengenai perubahan iklim sangat penting untuk mendorong aksi nyata. Edukasi dan partisipasi publik dapat menjadi langkah awal dalam upaya mitigasi serta adaptasi terhadap risiko yang ada. Kesadaran ini akan membantu masyarakat lebih siap menghadapi tantangan perubahan iklim yang semakin mendesak.
Strategi Mitigasi dan Adaptasi yang Diperlukan
Mitigasi dan adaptasi menjadi dua strategi penting yang harus diterapkan untuk menghadapi perubahan iklim. Mitigasi berfokus pada pengurangan emisi gas rumah kaca, sementara adaptasi berfokus pada penguatan kapasitas menghadapi dampak yang sudah terjadi.
Pemerintah dan pemangku kebijakan di Surabaya harus mulai melakukan tindakan nyata seperti mengembangkan sistem transportasi publik yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Langkah ini dapat mengurangi emisi kendaraan bermotor yang merupakan salah satu penyumbang utama pencemaran udara.
Di sisi lain, pengelolaan sumber daya air yang bijaksana juga merupakan bagian dari strategi adaptasi. Dengan meningkatnya suhu, kebutuhan akan air bersih menjadi sangat krusial. Pemerintah serta masyarakat perlu bekerja sama untuk menjaga kualitas dan kuantitas sumber daya air yang tersisa.
Urbanisasi yang terus meningkat juga harus diimbangi dengan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan. Desain kota yang mengutamakan ruang terbuka hijau dapat memberikan efek pendinginan alami serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Peran Masyarakat dalam Menghadapi Perubahan Iklim
Masyarakat memiliki peran yang sangat vital dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Setiap individu dapat berkontribusi dengan melakukan tindakan sederhana seperti mengurangi penggunaan plastik dan melakukan daur ulang. Masyarakat juga bisa berpartisipasi dalam gerakan penanaman pohon yang secara nyata dapat memperbaiki kualitas udara dan lingkungan.
Lewat kampanye dan sosialisasi yang intensif, masyarakat dapat dibekali dengan informasi mengenai dampak dan cara-cara mitigasi perubahan iklim. Kegiatan edukasi yang terorganisir dapat membantu menciptakan kesadaran akan pentingnya tindakan kolektif.
Komunitas lokal juga dapat berprinsip pada pendekatan ramah lingkungan, seperti pengembangan pertanian organik. Dengan menerapkan metode pertanian yang berkelanjutan, petani tidak hanya bisa menjaga kualitas tanah tetapi juga berkontribusi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.
Dengan keterlibatan aktif dari masyarakat, diharapkan bisa mempercepat upaya untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik dan berkelanjutan. Inisiatif masyarakat yang didukung oleh pemerintah akan menciptakan sinergi yang efektif dalam menghadapi perubahan iklim.
